Tak hanya terkenal akan tempat wisatanya yang sangat menarik, Yogyakarta juga terkenal dengan gudeg yang sangat enak. Biasanya para wisatawan yang datang ke Yogyakarta menuju ke wisata pantai Parangtritis atau wisata belanja Malioboro. Mereka juga tidak pernah melewati untuk merasakan makanan gudeg yang melegenda. Selain itu, harganya sangat murah sehingga para wisatawan sangat menyukai salah satu kota ini. Disamping hal itu, Yogyakarta juga dahulu menjadi salah satu tempat penyebaran ajaran islam yang ada di Pulau Jawa. Maka tak heran jika di kota tersebut masih dapat ditemukan beberapa masjid yang usianya sudah sangat tua namun masih terlihat sangat kokoh. Dibalik bangunan masjidnya yang sudah lama, tak jarang bangunan masjid tersebut memiliki nilai sejarahnya masing-masing.
Di Yogyakarta tepatnya di Jalan Masjid, Gunungketur, Pakualaman, Kota Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat sebuah bangunan masjid yang bernama masjid Besar Pakualaman. Lokasi masjid Besar Pakualaman berada di tempat yang strategis karena berada di sebelah barat laut alun-alun Sewandanan diluar komplek Puro. Letaknya yaitu sekitar dua kilometer ke arah timur laut dari Keraton Yogyakarta. Masjid Besar Pakualaman memiliki nilai sejarah yang tinggi serta usianya sudah sangat tua seingga masjid tersebut merupakan salah satu cagar budaya yang sangat dijaga dan dilestarikan oleh Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Hingga sekarang masjid Besar Pakualaman sudah hampir mendekati dua abad. Namun demikian, bangunan masjid tersebut masih terlihat rapi, kokoh dan bersih karena memang terawat sangat baik oleh pengurus masjid. Dilihat dari segi bangunannya, masjid Besar Pakualaman seperti masjid tradisional berbeda dengan model masjid yang modern khas dengan kubah besar serta menara masjid yang menjulang tinggi. Pada bagian utama masjid Besar Pakualaman berupa bangunan joglo dengan epat sko guru untuk menopang atap masjid di bagian tengahnya. Bangunan tersebut memiliki luas 144 meter persegi serta dilengkapi dengan empat buah serambi yang luasnya mencapai 238 meter persegi. selin itu, di dalam masjid pun dilengkapi dengan mihrab dan mimbar yang terbuat dari kayu serta terdapat ukiran yang menarik dibalut dengan warna emas. Sehingga terlihat elegan meskipun masjid Besar Pakualaman sudah sangat lama berdiri.
Masjid Besar Pakualaman memiliki sejarah dari pembangunannya. Hal tersebut telah disebutkan dalam prasasti yang jumlahnya ada empat berada di dalam masjid tersebut. pada kedua prasasti tersebut berisi dengan menggunakan tulisan bahasa Arab sedangkan kedua lainnya menggunakan aksara Jawa. Jika diperhatikan, dari kedua prasasti tersebut terdapat dua ‘tahun’ yang berbeda. Pada bagian prasasti yang berada di sebelah utara masjid terdapat tulisan tahun dengan 1767 dengan aksara Jawa. Tahun tersebut bertepatan dengan tahun 1839. Kemudian prasasti yang berada di sebelah selatan masjid menunjukan tahun Jawa yang bertepatan dengan tahun 1855.
Karena terdapat tahun yang berbeda pada kedua prasasti yang berada di dalam masjid Besar Pakualaman, namun pada umumnya para ahli telah bersepakat bahwa masjid Besar Pakualaman telah dibangun oleh KRT Natadningrat atau dikenal juga dengan nama Sri Paku Alam II pada tahun 1831. Beliau berkuasa di wilayah Kadipaten Pakualaman dan Kadipaten Karang Kemuning paska perang Diponegoro. Hingga kini pun masjid Besar Pakualaman sering dipenuhi oleh para jamaah masyarakat sekitar terutama pada hari Jum’at dan pada bulan suci Ramadhan tiba karena para jamaah semakin meningkat. Terlebih pada saat Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, para jamaah memenuhi masjid Besar Pakualaman.