Masjid Al-Muhajirin merupakan sebuah masjid tua yang masih berdiri kokoh dan difungsikan sebagaimana mestinya sebagai tempat peribadatan umat muslim yang terletak di Kampung Kepaon, Kota Denpasar, Pulau Bali.
Sejarah Pembangunan Masjid Al-Muhajirin Kepaon
Menurut sebuah catatan sejarah, Pendirian bangunan asli Masjid Al-Muhajirin dilakukan pada tahun 1326 Hijriyah. Pada waktu pertama kali dibangun, ukuran Masjid Al-Muhajirin hanya sekitar 12 x 12 metr persegi, dan diberi nama “Masjid Hamsul Mursalin”.
Kemudian, setelah kehadiran kaum muslim pendatang yang berasal dari berbagai daerah seperti Jawa, Madura, Melayu, Bugis dan lain-lain yang bertempat tinggal di kampung muslim Kepaon, nama Masjid Hamsul Mursalin kemudian disepakati untuk bisa disebut dengan “Masjid Al-Muhajirin” yang berarti “Masjidnya Orang Pendatang”.
Renovasi Masjid Al-Muhajirin
Bangunan masjid yang pada awalnya berukuran 12 x 12 meter persegi tersebut pada tahun 1976 mulai dilakukan renovasi akibat retaknya tembok bangunannya akibat guncangan gempa berskala 6,7 SR yang terjadi di pulau Dewata tersebut.
Pemugaran juga dilakukan dengan menambah satu lantai permanen agar masjidnya dapat menampung lebih banyak jamaah.Namun, karena letaknya di tengah kota, sehingga seringkali pada saat sholat jum’at jamaah yang memadati masjid meluber hingga ke halaman, akhirnya pada sekitar tahun 2006 lalu Masjid Al-Muhajirin dibangun kembali menjadi dua lantai, dan diresmikan pada tanggal 29 April 2009 lalu.
Islam di Bali
Agama Islam di Pulau Dewata memang menjadi sebuah agama minoritas, karena mayoritas penduduknya merupakan penganut agama Hindu. Saat ini sekitar lebih dari 520 ribu jiwa atau 13% dari total penduduk Bali merupakan penduduk beragama Islam. Konsentrasi terpadat terletak di Kota Denpasar dengan jumlah sekitar 200 ribu jiwa umat muslim. Salah satu kawasan yang hampir keseluruhan orangnya beragama muslim adalah Kampung Kepaon dimana Masjid Al-Muhajirin berdiri.
Kampung Kepaon sendiri sangat erat kaitannya dengan masa-masa Kerajaan pada zaman dulu. Pada awalnya perahu dari Kerajaan Badung terombang-ambing ombak pada saat melakukan pelayaran. Akhirnya, penumpangnya mendarat terpencar satu dengan kapal lainnya. Ada yang terdampar di Tuban, Pesisir benoa, dan ada yang terdampar di Pulau Sanur Bali.
Sebut saja Raden Sastroningrat, beliau merupakan Raden asal keraton Yogyakarta yang ikut terdampar di wialyah Pulau Sanur. Akhirnya beliau mulai melakukan ekspansi dan masuk ke kerajaan Badung. Sastroningrat kemudian juga ikut dalam peperangan kerajaan Badung dengan lawan Puri Mengwi. Atas kemenangan perang tersebut, Raden Sastroningrat kemudian di nikahkan dengan Putri Raja Pemecutan III yang juga mengawali sejarah penyebaran Islam di wilayah Kampung Kepaon.
Sekilas Arsitektural Bangunan Masjid Al-Muhajirin Kepaon
Pada bagian depan dipinggir Jln. Raya pemogan, kita dapat melihat sebuah gapura dengan plakat “Yayasan Masjid Al-Muhajirin”. Kita dapat menemukan bangunan persegi panjang, memanjand dari utara ke selatan. Bangunannya memang terlihat sederhana dengan dua lantai.
Kemudian pada bagian atapnya, kita dapat melihat sebuah atap limas, dengan puncak kubah cukup besar berwarna biru ditambah dengan ornamen bulan bintang berlafadzkan “Allah”. Karena terletak di jalan raya, bangunan masjdi ini tidak memiliki halaman yang luas, sehingga halamannya bahkan tidak boleh untuk areal parkir. Areal parkir ditempatkan dilahan disamping masjid, sehingga akses masuk ke bangunan utama tidak terganggu.
Tempat wudhu dan toiletnya di taruh di bagian sisi kanan dan kiri bagian depan masjid, terpisah dari bangunan utama agar kebersihan tetap terjaga. Bangunan dengan dua lantai tersebut memiliki 3 pintu masuk utama, dimana salah satunya merupakan pintu masuk khusus untuk ke ruangan jamaah wanita.
Pada bagian halamannya juga ditambah dengan sebuah kanopi permanen sebagai peneduh dari hujan, agar lantai masjid tidak terkena cipratan air dan tanah akibat guyuran hujan.