Masjid Muhammad Cheng Hoo Banyuwangi merupakan salah satu dari beberapa “Masjid Cheng Hoo” yang ada di Indonesia. Tentu saja bangunan masjid ini seperti lazimnya bangunan Masjid Cheng Hoo lainnya, yaitu memiliki gaya arsitektur paduan Tiongkok dan Timur Tengah.
Masjid ini dapat berdiri dengan kokoh karena inisiatif warga keturunan Tionghoa yang beragama Islam dan tergabung di dalam Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI). Dana pembangunan masjid ini berasal dari Warga Tionghoa, PITI, dan juga donasi dari warga lokal setempat. Tentu saja karena bangunannya menganut gaya Tiongkok, banyak dari ornamen bangunannya yang didatangkan langsung dari negeri Tirai Bambu China.
Pembangunan masjid ini pertama kali diresmikan pada tanggal 26 November 2016 silam, oleh Menkopolhukam, Bapak Wiranto. Juga turut hadir Konsul Jenderal Tiongkok Untuk Indonesia di Surabaya, Gu Jingqi, dan juga berbagai tokoh agama, termasuk perwakilan dari pengurus wilayah NU (Nahdlatul Ulama’) Jawa Timur. Komandan Distrik Militer 0825, Letkol Inf. Robby Bulan juga turut hadir. Antusiasme masyarakat sekitar juga sangat terlihat dengan berkumpulnya mereka untuk menyaksikan sendiri betapa megah dan uniknya Masjid Muhammad Cheng Hoo Banyuwangi tersebut.
Penamaan Masjid Muhammad Cheng Hoo Banyuwangi
Nama “Muhammad Cheng Hoo” yang juga diberikan kepada Masjid Cheng Hoo di Banyuwangi ini merupakan sebuah bentuk apreasiasi dan penghormatan bagi seornag Laksamana Tiongkok yang berdagang dan menyebarkan agama islam ke kawasan Asia Tenggara, bernama “Muhammad Cheng Hoo”.
Beliau merupakan pelaut muslim yang berasal dari Yunnan, Tiongkok, yang menjelajah dunia sambil berdagang dan menyebarkan agama islam pada sekitar tahun 1405 hingga 1433. Beliau juga merupakan orang kepercayaan Kaisar Ketiga Dinasti Ming, Yongle. Sang kaisar kemudian memerintahkan Muhammad Cheng Ho untuk melakukan pelayaran guna memetakan wilayah yang mungkin dapat di jadikan kekuasaan China. Sepanjang masa hidupnya, setidaknya Laksamana Muhammad Cheng Hoo sudah melakukan 7 kali pelayaran, terutama di wilayah Asia Tenggara. Sedangkan di Indonesia, beliau juga pernah mendarat di Sumatera, Palembang, dan Jawa.
Yang unik dari sejarah tersebut adalah, pada waktu senggang dari kegiatan berdagang, beliau terus mencoba untuk melestarikan agama islam dimanapun kakinya menginjak tanah. Padahal, hampir keseluruhan kru awak kapal yang ikut merupakaan pengatur Agama Buddha.
Arsitektural Bangunan Masjid Muhammad Cheng Hoo Banyuwangi
Seperti masjid-masjid Cheng Hoo lainnya, arsitektural yang dianut oleh Masjid Muhammad Cheng Hoo Banyuwangi ini sangat unik. Atapnya dibuat dengan lima tingkat, dengan ujung yang semakin mengecil, khas arsitektural Pagoda Buddha. Selain itu, desain bagian pagar dan gapura masjidnya juga hampir persis dengan kelenteng, karena memiliki perpaduan warna yang sangat khas yaitu Merah Menyala, Kuning dan Hijau.
Tentu saja jika kita melihat secara sekilas, kita tiba-tiba akan merasakan sensasi budaya China yang beigut kental di masjid tersebut. uniknya, bangunan Masjid Muhammad Cheng Hoo ini tidak memiliki pintu masuk, dan hanya dibuat seperti sebuah pendopo tanpa dinding di bagian selatan, utara dan timur. Sedangkan untuk sisi kiblat dibuat tembok yang membentang dari utara ke selatan, dengan tempat imaman (mihrab) dibagian tengah-tengahnya.
Bangunan Masjid Muhammad Cheng Hoo didirkan dengan luas sekitar 28 x 26 meter. Selain bangunan masjid, di komplek tersebut berdiri sebuah Pondok Pesantren yang memiliki luas hingga 2 hektar.
Sebagai informasi, Masjid Muhammad Cheng Hoo Banyuwangi ini menjadi Masjid Cheng Hoo terbesar di Indonesia, sekaligus digunakan sebagai sarana masjid untuk Pondok Pesantren.
Pondok yang dibangun diberi nama “Adz-Dzikra Muhammad Cheng Hoo”, dan sekaligus menjadi satu-satunya pesantren Cheng Hoo pertama yang diresmikan di Indonesia.