Masjid Agung Kalianda terletak di kawasan Way Urang, Kota Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Kalianda sendiri merupakan sebuah ibukota untuk Kabupaten Lampung Selatan, dan merupakan kota pertama yang bisa anda temui setelah sampai dari pelabuhan penyeberangan Bakauheuni. Bakaheuni adalah pintu gerbang utama yang menghubungkan antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Masjid yang akan kita bahas pada tulisan kali ini adalah Masjid Agung Kalianda yang sudah berdiri sejak lama di daerah tersebut.
Masjid Agung Kalianda pernah mengalami perubahan nama menjadi “Masjid Kubah Intan” pada masa pemerintahan Bupati Ryco Menoza ZP, sekitar tahun 2010-2015 lalu. Perubahan nama tersebut dilakukan seiring sedangan pemugaran total yang dilakukan selama 2 tahun, ditambahkan dengan eksterior Kubah berbentuk Intan. Masjid Agung Kalianda ini sekaligus menjadi salah satu Landmark penting untuk Kota Kalianda yang bisa menampung hingga 1.200 jamaah sekaligus. Peresmian Pemugaran total serta penggantian nama menjadi “Masjid Kubah Intan” dilakukan pada tanggal 27 Februari 2014.
Setelah berganti pemerintahan, dipimpin oleh Bupati saat ini (2016-2021), Zainudin Hasan, nama masjid ini kemudian dirubah kembali dengan nama asalnya yaitu Masjid Agung Kalianda. Masjid Agung Kalianda bisa terbilang cukup lengkap karena memiliki berbagai fasilitas seperti Rest Area dan juga Kios-kios makanan maupun minuman. Hal ini dilakukan karena Masjid Agung Kalianda biasanya digunakan untuk tempat istirahat bagi para pelancong yang menggunakan jalan lintas menuju arah Bakauheni ataupun sebaliknya. Biasanya para pelancong menggunakan masjid ini untuk beribadah, sekaligus beristirahat dan membeli bekal makanan maupun minuman.
Arsitektural Masjid Agung Kalianda
Masjid Agung Kalianda dibangun dengan cukup megah, namun tetap memiliki kesan simpel, minimalis dan modern. Kubahnya sangat unik, dibuat menyerupai intan yang berkilau, dengan warna perak, dan ujung yang lancip. Sisi-sisinya pun juga sangat mirip dengan sebuah intan asli.
Bangunan utamanya dibalut dengan sentuhan warna putih di hampir keseluruhan bangunannya. Karena dibangun pada sekitar tahun 2010-an, tentu saja adopsi arsitektural bangunan yang dipakai menganut budaya modern.
Kemudian 1 menara yang menjulang tinggi sebagai tempat pengeras suara dibangun terpisah dari bangunan utamanya. Denah menaranya bersegi delapan, dengan ujung seperti gazebo dan atap putih beujung lancip.
Masuk kedalam ruangan utama, kita akan menemukan ruangan yang terasa luas, meskipun pada aslinya ruangannya tetap terbatas. Dihiasi dengan berbagai ornamen modern seperti kaligrafi dan beberapa ukiran.
Proses Pembangunan Masjid Agung Kalianda
Pada saat dibangun pertama kali, pembangunannya menggunakan dana dari APBD daerah Kalianda. Namun Bupati Lampung Selatan Zainuddin Hasan kemudian memberikan perhatian khusus untuk Pembangunan Masjid Agung Kalianda ini. Beliau bahkan pernah menerbitkan surat edaran sebagai perintah untuk para pegawai Pemerintah Kabupaten agar selalu melakukan sholat berjamaah di masjid tersebut.
Bahkan, Bupati juga turut meminta para pegawainya untuk menyumbangkan sebagian kekayaannya untuk pembangunan masjid tersebut. Beliau memberikan contoh dengan memberikan bantuan senilai Rp. 75 juta yang diserahkan kepada para pengurus masjid.
Kemudian, beliau mengharapkan agar satuan kerjanya ikut menyumbang paling tidak Rp. 10 juta per orang. Sedangkan untuk Eselon IV minimal Rp. 100 ribu, lalu untuk pegawai biasa minimum Rp. 10 ribu. Hal ini dilakukan untuk membangun pagar sekitar masjid dan tempat wudhu yang pada saat itu sudah memprihatinkan.s
Akhirnya, berkat bantuan dana dari PNS Lampung Selatan, beberapa fasilitas masjid ini pun dapat diperbaiki seperti saat ini.