Masjid Agung Keraton Buton terletak di Jalan Sultan Labuke, Melai, Murhum, kota Bau-Bau Sulawesi Tenggara. Masjid ini berada di komplek Keraton Kesultanan Buton yang juga disebut dengan nama Keraton Wolio yang berada di dalam tembok Benteng Kesultanan Buton. Benteng tersebut merupakan benteng tua dan bahkan terluas di dunia. Hal tersebut disebutkan dalam sebuah catatan MURI. Bangunan masjid ini didirian dengan bentuk empat persegi panjang dengan ukuran 20.6 x 19.40 meter dan atapnya berlapis dua dengan bentuk limas. Masjid Agung Keraton Buton memiliki tiga lantai yang mengikuti struktur bangunan rumah panggung. Struktur bangunan tersebut merupakan ciri khas rumah adat masyarakat Sulawesi Tenggara. Selain itu bahan yang digunakan untuk membangun masjid tersebut pun ternyata sama dengan bahan yang digunakan untuk bangunan benteng keratin juga.
Pada bagian lantai satu masjid tersebut difungsikan sebagai ruang shalat. Pada lantai tersebut juga ruangannya lebih luas. Kemudian pada bagian lantai dua digunakan untuk tempat muadzin mengumandangkan adzan serta ukurannya lebih kecil. Ditambah dengan adanya bangunan empat persegi yang lebih kecil lagi dan puncaknya berbentuk kerucut dari keseluruhan masjid Agung. Puncak kerucut tersebut merupakan sebuah kubah yang umumnya adalah model masjid di Tanah Air.
Struktur bangunan masjid Agung Keraton Buton hingga saat ini masih mempertahankan dari bangunan awal sejak didirikan. Karena memang bangunannya belum pernah diganti. Terlihat bangunanmasjid tersebut menggunakan batu kapur pada bagian fondasi dan dinding masjid. Hingga sekarang pun ukuran masjid masih seperti aslinya dengan ukuran 20.6 meter x 19.4 meter. Ternyata masjid Agung Keraton Buton merupakan salah satu masjid kuno yang berada di Indonesia dan juga telah ditetapkan oleh pemerintan Republik Indonesia sebagai bangunan cagar budaya atau situs cagar budaya. Hal tersebut telah berdasarkan sebuah keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.
Masjid Agung Keraton Buton didirkan pertama kali pada tahun 1538 silam. Setelah selesai dibangun ternyata masjid tersebut mengalami musibah kebakaran yang berasal dari perang saudara. Peperangan tersebut terjadi demi memperebutkan kekuasaan di Kesultanan Buton. Kemudian masjid Agung keratin BUton kembali dibangun pada tahun 1712 dengan lokasi yang tidak jauh dari awal masjid berdiri.
Masjid Agung Keraton Buton pernah mengalami renovasi sebanyak empat kali. Diantaranya pada tahun 1929, tahun 1978, tahun 1986 dan di tahun 2002. Pertama kali dilakukannya reovasi pada masa Sultan Hamid yang merupakan seorang Sultan Buton yang ke 37. Pada waktu perbaikannya hanya mengganti pad abagian rangka kayu karena sudah rapuh dimakan usia. Kemudian lantai masjid pun disemen. Namun struktur bangunan masjid masih tetap dipertahankan. Lau atap masjid yang awalnya menggunakan rumbia diganti menggunakna seng. Selanjutnya renovasi kedua dan ketiga hanya mengganti pada bagian atap masjid yang menggunkan seng karena sudah sangat using. Terakhir pada tahun 2002 renovasi dilakukan dengan menggunakan marmer pada bagian lantai masjid. Perbiakan itu juga mendapatkan bantuan oleh Presiden Republik Indonesia yang pada saat itu adalah Megawati Soekarno Putri.
Kini bangunan masjid Agung Keraton Buton masih berdiri kokoh dan selalu dipenuhi oleh para jamaahnya. Tak hanya itu saja, masjid ini memiliki keunikan sendiri dimana masjid tersebut tidak memiliki menara seperti halnya beberapa msjid pada umumnya. Tetapi pada bagian sisi bangunan sebelah utara masjid berdiri sebuah tiang bendera yang ujungnya lebih tinggi dibandingkan dengan puncak kerucut masjid.