Masjid An-Nur terletak di dalam Komplek Pondok Pesantren (PonPes) Albarkah II. Jika kita bergerak dari Stasiun Kereta Api Lemah Abang, maka kita harus mengambil jalur ke arah Pasar Cikarang atau ke arah barat. Komplek Pondok Pesantren Albarkah II ini terletak di pinggir jalan ruas jalan Pantai Utara (Pantura) yang menghubungkan antara Cikarang dan Karawang. Kita dapat dengan mudah menemukan masjid tersebut dengan menyusuri jalan tersebut karena terdapat plakat dan gerbang masjid dipinggir jalan yang senantiasa terbuka setiap saat bagi siapa saja.
Lemah Abang sendiri dulunya merupakan sebuah nama Kecamatan di dalam lingkup area Kabupaten Bekasi. Wilayah ini dulunya juga merupakan sebuah basis perjuangan kemerdekaan RI, bahkan dalam salah satu syair Chairil Anwar juga dijelaskan jalur kereta api yang melewati areal tersebut.
Namun saat ini, Lemah Abang bukan hanya dikenal sebagai stasiun kereta yang ada di Cikarang. Sekarang Lemah Abang sudah dimekarkan menjadi 5 kecamatan yaitu Cikarang Utara, Selatan, Timur, Barat, dan Cikarang Pusat. Lemah Abang sendiri saat ini sudah dalam wilayah Kecamatan Cikarang Utara.
Tidak jauh dari stasiun Kereta Api Lemah Abang yang terkenal tersebut, Berdri sebuah Pondok Pesantren yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. PonPes AlBarkah II namanya, dan dikelola oleh ulama Cikarang. Didalam komplek PonPes inilah berdiri sebuah masjid yang dinamakan dengan Masjid An-Nur Albarkah II. Dinamakan Albarkah II karena ada satu ponpes lagi Albarkah I yang letaknya tidak terlalu jauh dari komplek Albarkah II.
Arsitektural Masjid An-Nur Albarkah II
Masjid An-Nur ini dibangun dengan cukup luas dan megah. Hal ini tentu saja seiring dengan Pondok Pesantren Albarkah II yang sudah mengelola beberapa lembaga pendidikan sekaligus dari tingkat kanak-kanak hingga dewasa. Jadi, wajar saja jika sebuah bangunan masjid yang dapat menampung keseluruhan santri Albarkah II wajib dibangun di komplek Pondok Pesantren tersebut.
Belum lagi ditambah dengan jamaah yang berasal dari warga sekitar, sehingga tempat peribadatan ini akan selalu ramai penuh sesak oleh para jamaah dari berbagai kalangan, namun mayoritasnya berasal dari santri pondok. Puncak keramaian masjid ini dapat dilihat pada saat sholat jum’at dan sholat dua hari raya. Bahkan jika pada hari raya, jamaah yang datang akan meluber hingga pelataran masjid meskipun bangunannya sudah dibuat dengan dua lantai.
Pembangunan masjid ini didirikan dengan arsitektural modern, namun tidak juga menghilangkan arsitektural khas indonesia. Empat soko guru yang menopang struktur atapnya menjadi salah satu ciri khas yang dimiliki oleh masjid ini.
Ketiga sisi bangunannya dilengkapi dengan jendela berukuran besar. Kemudian diketiga sisi tersebut juga dibangun teras plus lantai mezanin yang dapat digunakan untuk menambah kapasitas tampung para jamaah.
Dua tangga diletakkan di sisi kiri dan kanan masjid untuk menuju lantai mezanin. Kedua tangga tersebut dibuat dengan atap kubah besar, dengan 4 kubah kecil di sekelilingnya. Kemudian keseluruhan lantai di dua tingkat dilapisi dengan keramik berwarna cerah dan berukuran cukup besar.
Tempat wudhunya lumayan unik, karena dibuat disamping kolam ikan, atau mengelilingi kolam ikan tersebut. Pada bagian atas sudah dilengkapi pula dengan peneduh berupa kanopi sehingga tidak khawatir jika hujan turun. Tempat wudhu tersebut diletakkan di sisi utara masjid.
Lahan parkir untuk Masjid An-Nur ini memang cukup luas, dengan lahan parkir yang sangat memadai untuk puluhan kendaraan roda 4 dan ratusan roda 2 secara bersamaan. Apalagi, disekeliling areal parkir tersebut juga terdapat beberapa pohon rindang yang dapat digunakan untuk bersantai bersama keluarga.