Masjid Ar-Rahmat Wuring terletak di Ds. Wuring, Kec. Alok Timur, Kab. Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Wuring sendiri merupakan sebuah sebutan untuk desa kecil di Kecamatan Alok Timur. Sedangkan Kabupaten Sikka merupaka suatu kabupaten yang bisa ditemukan 5 Km dari Kota Maumerea.
Desa Wuring biasa kita kenal dengan rumah-rumah panggungnya yang sangat unik di hampir keseluruhan desanya. Di Desa Wuring inilah Masjid yang sudah berumur tua dan dikenal sebagai Masjid Ar-Rahmat berdiri. Letaknya berada beberapa meter dari pelabuhan dan menjadi satu-satunya Masjid yang ada di Desa Wuring. Jumlah warga muslim yang ada di Desa Wuring mencapai 4.000-an orang, sehingga jika datang waktu peringatan hari-hari besar Islam, masjid ini selalu tidak dapat menampung keseluruhan jamaah yang hadir disana. Peataran masjid dan bahkan hiingga jalan raya menjadi tempat untuk sholat bagi para jamaah yang tidak tertampung lagi di bagian dalam masjid.
Sejarah Pembangunan Masjid Ar-Rahmat Wuring
Masjid Ar-Rahmat Wuring didirikan pertama kali oleh Haji Pijung pada sekitar tahun 1800-an. Haji Pijung adalah seorang perantau dari Sulawesi Selatan yang sudah menetap lama di Wuring bersama dengan para perantau dari berbagai wilayah seperti Bugis, Buton, dan Bajo. Mereka menjadi pedagang ataupun nelayan didaerah tersebut. Selain mencari nafkah dari pekerjaan mereka, Haji Pijung dan kawan-kawan juga menyebarkan agama islam di Kabupaten Sikka.
Bangunan Masjid Ar-Rahmat Wuring pada saat dibangun hanya berbentuk sebuah Langgar (Musholla) kecil berukuran sekitar 10 x 10 meter saja. Namun, bangunan kecil nan bersejarah tersebut menjadi cikal bakal Masjid Ar-Rahmat Wuring yang dapat kita temukan saat ini. Pada awalnya, bangunan mushollat tersebut hanya berbahan baku kayu, dan menggunakan atap dari daun kelapa, serta tiang penyangganya menggunakan kayu gelondongan.
Pemugaran Masjid Ar-Rahmat Wuring
Tentu saja dengan bangunan lawasnya, masjid ini tidak akan dapat bertahan hingga saat ini, sehingga dilakukan beberapa kali pemugaran. Pemugaran pertama kali dilakukan pada tahun 1940 dengan pergantian dari dinding kayu, menjadi dinding tembok permanen, serta bagian atap yang semula hanya berbahan daun kelapa di ganti menggunakan Seng.
Kemudian perluasan areal bangunan utamanya dilakukan pada tahun 1987 dengan mendirikan beberapa bangunan aula di belakang masjid. Lalu, bangunan utamanya yang semula berukuran 10 x 10 meter, menjadi 17 x 17 meter.
Perbaikan kembali dilakukan setelah bencana gempa melanda Lampung pada tahun 1992. Meskipun bencana gempa tersebut tidak merusak bagian bangunannya, namun beberapa bagian termasuk kubah masjid mengalami kerusakan yang lumayan parah. Paska gempa, kubah yang rusak tersebut keudian diganti dengan atap limas seperti yang kita kenal sat ini.
Kemudian pada bagian lantainya ditinggikan sekitar 30 cm karena pada saat air laut pasang, masjid ini sering kebanjiran. Pada saat gempat yang terjadi pada tahun 1992 tersebut, masjid ini juga menjadi pusat pengungsian untuk warna sekitar, karena masjid ini menjadi satu-satunya tempat yang masih memiliki pasokan air lancar, serta listriknya tidak padam akibat gempa.
Renovasi terakhir dilakukan pada tahun 2007 silam, dengan menambahkan 4 buah ting beton cor untuk menyangga bagian atap masjidnya. Meskipun sudah mengalami beberapa kali renovasi, namun desain masjid yang lama masih tetap digunakan hingga saat ini, sehingga sejarah yang dikandung didalamnya masih bisa di ingat-ingat sampai sekarang.