Masjid Asasi Nagari Gunung terletak di Ds. Sigando, Kec. Padang Panjang Timur, Kota Padang Panjang, Provinsi Sumatera Barat. Masjid ini menjadi sebuah bangunan tertua se-antero Kota Padang Panjang, dan juga dijadikan sebagai Cagar Budaya hingga saat ini.
Sejarah Pembangunan Masjid Asasi Nagari Gunung
Bangunan lawas tersebut diperkirakan sudah berumur kurang lebih 400 tahun lamanya. Dibangun pertama kali pada masa penyebaran agama islam pertama di Padang Panjang oleh seorang Ulama yang berasal dari Air Bangis Pasaman. Namun, ada versi lainnya yang mengatakan bahwa pmbangunan masjid ini dilakukan oleh warga dari 4 koto yaitu Gunuang, Jaho, Tambangan dan Paninjauan.
Pembangunan Masjid Asasi Nagari Gunur memakan waktu yang cukup lama, sekitar 10 tahun. Tanah masjid ini merupakan tanah wakaf dari Imam Basa, dan Khatib Kayo. Keduanya diangkat sebagai Imam dan Khotib secara adat istiadat, sedangkan untuk pengurus masjid nya disebut dengan “Tuanku Ampek Jurai” Nagari Gunung.
Arsitektural Bangunan Masjid Asasi Nagari Gunung
Bangunan Masjid Asasi Nagari Gunung didirikan di atas tanah seluas 25 x 22 meter, dengan denah berbentuk persegi empat. Desain persegi empat seperti ini menandakan bahwa pembangunan masjid adalah Nagari Ampek Jurai.
Pada tengah-tengah ruangan sholat utamanya didirikan sebuah soko guru yang sangat besar, namun bukan merupakan soko tunggal. Soko ini berfungsi sebagai inti dari penyangga utama atap masjidnya, dibantu dengan beberapa tiang yang berukuran lebih kecil di sekelilingnya. Soko guru yang berukuran paling besar tersebut juga mempunyai filosofi lain yaitu : Kawasan Nagari Gunung memiliki kesatuan pimpinan persatuan yang tak tergantingan. Orang yang lebih baik harus dimulyakan daripada orang yang dalam kategori biasa saja.
Masjid Asasi Nagari Gunung menjadi masjid tertua untuk Kodya Padang Panjang yang menurut versi sejarah berbeda dibangun secara swadaya gotong-royong oleh seluruh masyarakat Nagari Nan Ampek Jurai dan Nagari sekitarnya.
Arsitektural bangunan Masjid Asasi Nagari Gunung sudah barang tentu menggunakan arsitektur banguan tradisional minangkabau, karena sudah berumur lebih dari 400 tahun. Hal ini dapat dilihat dari seni bina bangunan bagian luar, serta pada ukiran-ukiran di dinding masjidnya. Ukiran di dindingnya bukan hanya berkarateristik Minangkabau saja, namun juga memiliki karakter Hindu dan China.
Kubahnya terbilang unik untuk sebuah masjid, yaitu berbentuk atap limas dengan susun tiga. Filosofi yang diambil dari sini adalah, Nagari Gunung harus taat kepada 3 unsur inti kedidupan, Agama Unsur Adat, dan Unsur Pemerintah. Angka 3 disini juga dapat diartikan sebagai jumlah pedoman hidup umat muslim, yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Jika ketiga-tiganya dapat dipegang dengan tegus, kehidupan yang bahagia di dunia dan akhirat tentu dapat tercapai.
Masjid ini memiliki ciri khas yang sangat berbeda dengan masjid-masjid di daerah lainnya. Yaitu didesain dengan arsitektural bangunan khas Minangkabau berupa bangunan rumah panggung diwarnai dengan ukiran-ukiran indah khas daerah tersebut. Saat ini bangunan Masjid Asasi Nagari Gunung dilindungi oleh Kantor Wilayah Suaka Alam dan Peninggalan Sejarah untuk Provinsi Sumatera Barat. Karena itu, bukan hanya warga masyarakat sekitar saja yang berkewajiban untuk menjaga dan melestarikan bangunan masjid ini, namun Pemerintah Daerah, Pemerintah Kota, bahkan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat wajib untuk tetap melestarikan bangunan lawas tersebut.
Masjid Asasi juga pernah dijadikan sebagai basis pengembangan Islam, terutama pada saat pengembangan Madrasah Thawalib Gunuang dilakukan. Tokoh-tokoh besar Indonesia seperti Buya Hamka pernah mengadakan pengajian disini.