Masjid Babul Hasanah yang memiliki arti “pintu kebaikan” ini menjadi masjid tertua di Kabupaten Kayong Utara, Provinsi Kalimantan Barat.
Sejarah Pembangunan Masjid Babul Hasanah
Bangunan Masjid Babul Hasanah didirikan pertama kali oleh seorang pemuka agama yang tersohor pada masa itu, yaitu Syekh Hasyim Al-Hadad. Sebelum diberi nama “Babul Hasanah”, pada saat itu warga sekitar menyebut masjid ini dengan nama “Tembok Baru”. Masjid Tembok Baru sendiri kala itu menjadi sebuah sebutan tren mengingat jalan didepan bangunan masjid tersebut baru dibangun. Kata “Tembok” sendiri dianalogikan sebagai “Jalan” oleh masayarakat Kayong Utara. Saat ini, tembok atau jalan baru yang membentang di depan bangunan Masjid sudah tidak seperti dulu lagi, dan sudah di aspal dengan baik karena merupakan sebuah jalan provinsi.
Pemberian nama “Masjid Babul Hasanah” sendiri baru dilakukan oleh Syekh Hasyim pada sekitar tahun 1958. Nama tersebut diambil dari bahasa arab yang artinya “Pintu Kebaikan”. Hingga saat ini, generasi muda di Desa Ratau Panjang tidak mengenal lagi nama “Tembok Baru”.
Sejak didirikan pertama kali, Masjid Babul Hasanah sudah menjadi sebuah sentral bagi umat muslim sekitar dalam menunaikan ibadah wajib serta tempat pengadaan berbagai kegiatan islami. Untuk sholat Jum’at, kadang-kadang bangunan masjid ini sudah tidak mampu untuk menampung jamaah. Apalagi, jika datang perayaan Hari Raya Idul Fitri maupun Idul Adha, pelaksanaan sholat terpaksa dialihkan ke Lapangan Bola, Desa Rantau Panjang, jaraknya sekitar 1 Km dari Masjid Babul Hasanah.
Rehabilitasi Masjid Babul Hasanah
Sejak dibangun pertama kali, bangunan Masjid Babul Hasanah sudah mengalami 2 kali rehabilitasi ataupun perbaikan fisik bangunannya. Rehab pertama kali dilakukan pada tahun 1958, dan Rehab kedua dilakukan pada tahun 1996.
Saat ini, bangunan Masjid Babul Hasanah yang terbuat dari bahan baku kayu sudah mulai lapuk dan keropos. Karena itu, hampir keseluruhannya diganti dengan kayu lokal, maupun diperkuat dengan beberapa bahan lainnya. Bangunan Masjid Babul Hasanah berdiri kokoh hingga kini dan memiliki luas 12 x 12 meter persegi.
Bagian yang terbuat dari kayu yang masih bertahan hingga kini adalah bagian Fondasi masjidnya yang terbuat dari Kayu Ulin (Masyarakat setempat menyebutnya sebagai Kayu Berlian atau Kayu Besi). Sedangkan bagian bangunan lainnya seperti tiang penopang, struktur atap, dan lain sebagainya sudah keropos dan diganti selurunya.
Arsitektural Bangunan Masjid Babul Hasanah
Masjid Babul Hasanah saat ini memang sudah terlihat lumayan tua, dengan bangunan yang sudah banyak yang tidak terawat. Meskipun begitu, sejarah yang dikandungnya lumayan panjang, sehingga bisa dibilang keindahan bukanlah terletak pada bangunan masjidnya, akan tetapi pada sejarahnya.
Untuk bangunan masjidnya memang cukup sederhana, dengan atap limas dan dibagian puncaknya diberikan sebuah kubah dari penataan batu bata yang juga sudah berumur puluhan tahun. Seperti kubah-kubah masjid di Kalimantan yang sudah berumur tua, bangunan kubah dibuat cukup tinggi, dengan leher kubah yang memanjang.
Untuk tempat wudhu diletakkan terpisah di sebelah utara, terpisah dengan bangunan utama. Bangunan yang dapat kita lihat saat ini memiliki beberapa tiang penyangga dbagian depan dengan lengkungan yang dibentuk seperti kubah. Diantara tiang-tiang tersebut diberikan pintu gerbang yang terbuat dari teralis besi.
Masuk kedalam masjid, kita akan melihat suasana kuno dan klasik, sehingga kita tidak bisa berharap menemukan suasana kemewahan. Tidak terlihat ornamen-ornamen seperti kaligrafi yang memukau, dan hanya beberapa lafadz kaligrafi sederhana yang terlihat menghiasi ruangannya.