Masjid Kali Pasir merupakan sebuah bangunan masjid yang tertua di Kota Tangerang, salah satu peninggalan sejarah dari masa keemasan Kerajaan Padjajaran. Tempatnya berdiri di bagian timur dari Bantaran Sungai Cisadane, atau lebih tepatnya di tengah pemukiman warga Tionghoa, Desa Sukasari. Karena terletak di pemukiman Tionghoa, tentu saja bangunan masjid ini memiliki corak kebudayaan China yang sangat kental, hal ini sekaligus menunjukkan bahwa pada zaman dahulu, kerukunan umat beragama sangat terjalin dengan baik.
Hingga saat ini, bangunan masjid yang sudah berumur ratusan tahun tersebut masih difungsikan sebagaimana mestinya sebagai tempat peribadatan sholat lima waktu, namun tidak digunakan sebagai sholat jum’at karena sudah dibangun Masjid Jami’ di wilayah tersebut.
Sejarah Pembangunan Masjid Kali Pasir
Bangunan Masjid Kali Pasir pertama kali dibangun pada sekitar tahun 1700 oleh Tumenggung Pamit Jaya, Kahuripan Bogor, dengan luas bangunan sekitar 288 meter persegi. Masjid ini dibangun persis bersebelangan dengan Klenteng Boen Tek Bio, sehingga terlihat kerukunan yang sangat kental antara etnis Tionghoa pemeluk agama Budha dan Umat Muslim.
Pada awalnya, Tumenggung Pamit Wijaya ingin menyebarkan agama Islam ke wilayah Banten dari Kesultanan Cirebon. Pada saat perjalanan mampir di daerah Kali Pasir ini, beliau kemudian membangun sebuah masjid. Pembangunannya pun dilakukan oleh warga muslim sekitar dan bahkan dibantu oleh warga dari etnis Tionghoa.
Kepengurusan masjid kemudian diteruskan oleh putra beliau, Raden Baus Uning Wiradilaga. Bangunan masjidnya sudah sering direnovasi namun tetap mempertahankan seni bina bangungan dengan khas Arab, Eropa, dan Tionghoa.
Saat ini, hanya ada sedikit bagian bangunan yang masih asli dari tahun 1700 yaitu 4 Soko Guru yang terbuat dari kayu, namun harus diperkuat dengan besi karena kayu tersebut mulai keropos. Selain itu, bagian lain yang masih asli adalah kubah kecil dengan motif China.
Selain itu, terdapat komplek pemakaman di areal belakang masjid. Di komplek pemakaman tersebut juga dimakamkan Raden H. Ahmad Penna, Bupati Tangerang, dan beberapa tokoh ulama lain.
Keunikan yang dimiliki oleh kawasan Masjid Kali Pasir memang agak berbeda. Karena pada saat itu, akulturasi budaya dan perjuangan para pahlawan melawan penjajah juga terpusat di Masjid ini. Selain itu, berbagai kegiatan unik seperti arakan miniatur perahu juga turut digelar untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Arakan tersebut dilakukan sejak tahun 1926, perahu kemudian di isi dengan berbagai buah-buahan segar sebagai simbol dari tibanya pada ulama Islam di Sungai Cisadane Kota Tangerang, yang menjadi berkah tersendiri untuk masyarakat.
Kemudian, bentuk Shaff yang ada dimasjid ini agak miring sejak awal pendirian masjid, hal ini disebabkan jika arah kiblat masjid tetap dipaksakan lurus, bangunan hunian rumah sekitar masjid harus dibongkar, dan ini bukan sebuah wujud pengertian terhadap lingkungan. Sehingga pendiri masjid ini mengambil inisiatif untuk membuat masjid menghadap miring ke arah timur laut.
Arsitektural Bangunan Masjid Kali Pasir
Bangunan Masjid Kali Pasir ini menganut budaya arsitektural gabungan dari Tradisional, Arab, dan Eropa, Tionghoa. Bangunan Tradisional dapat kita lihat dari atap limas dengan puncak berbentuk piramida. Bangunan Arab dapat kita lihat dari beberapa ornamen di dalam masjid yang kental dengan kaligrafi yang indah. Kemudian seni bangunan Eropa dan Tionghoa sangat terasa pada bagian bangunan menaranya. Menaranya dibuat dengan sangat tinggi dengan bentuk pagoda namun dengan bangunan yang masif.