Masjid Palembang Darussalam yang terletak di Lhoknga ini merupakan sebuah pemberian dari rakyat Sumatera Selatan dan Palembang kepada seluruh saudara muslim di Aceh yang baru saja mengalami bencana Tsunami pada tahun 2004 lalu.
Bangunan ini memiliki arsitektural khas Palembang, sehingga arsitektural bangunan yang unik dapat menghiasi pantai Lhoknga. Masjid Palembang Darussalam ini memang sengaja dibangun dengan replika rancangan dari Masjid Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, namun dengan ukuran yang lebih kecil.
Lokasinya terletak di Desa Mon Ikeun, Pantai Lonknga, atau sekitar 20 km dari kota Banda Aceh. Bangunan masjidnya berdiri diatas lahan seluas 500j meter persegi, dengan ciri khas bangunan Palembang yang menghiasi pantai Lhoknga.
Pembangunan Masjid Palembang Darussalam Lhoknga
Pembangunan Masjid Palembang Darussalam ini lumayan singkat, yaitu hanya membutuhkan sekitar 6 bulan di tahun 2006 lalu. Bangunannya dilengkapi dengan sebuah menara berbentuk mercusuar dan terpisah dari bangunan utamanya. Lahan parkir yang luas pun turut dibangun agar kendaraan yang dapat ditampung lumayan banyak.
Bangunan Masjid Palembang Darussalam dibangun diatas lahan yang sebelumnya berdiri Sekolah Menengah Pertama, namun kemudian luluh lantak tidak bersisa akibat tersabu Tsunami. Tujuan pembangunan masjid ini adalah untuk menggantikan masjid raya desa Mon Ikeun yang juga mengalami kerusakan parah.
Sebelumnya, masjid raya desa Mon Ikeun terletak di komplek pasar, sehingga para donatur meminta agar tempat berdirinya masjid nantinya tidak diletakkan di tempat yang sama. Setelah musyawarah dilakukan, lokasi berdirinya masjid kemudian ditentukan seperti saat ini.
Tengku Dahlan, Salah seorang Imam Masjid Palembang Darussalam menjelaskan cerita pendirian masjid ini. Pada awalnya, rancang bangunannya ditunjukkan kepada masyarakat sekitar, namun banyak kontroversi yang terjadi, karena pada awalnya bangunannya mirip dengan Kelenteng (tempat peribadatan di china). Kemudian setelah dilakukan musyawarah, akhirnya masyarakat pun menerima, karena bentuk bangunan seperti itu adalah rancangan khas budaya Palembang.
Fungsi masjid ini pada awalnya hanya digunakan sebagai tempat beribadah sholat wajib saja, mengingat belum banyak warga yang tinggal di tempat itu pasca bencana tsunami. Akhirnya pada bulan September 2008, sholat jum’at mulai diselenggarakan di masjdi ini.
Arsitektural Bangunan Masjid Palembang Darussalam
Seperti yang sudah disebutkan diatas, bahwa Masjid Palembang Darussalam mengadopsi replika rancangan Msjid Agung Sultan Muhammad Badaruddin II di Palembang. Sehingga hampir keseluruhan bentuknya sama persis, mulai dari atap limas bersusun tiga kemudian dihiasi dengan sentuhan China dibagian atapnya. Bentuk atap puncaknya dibuat dengan melengkung, lengkap dengan beberapa ornamen khas China.
Hampir keseluruhan banguannnya dibalut dengan warna putih, kecuali pada bagian genteng atapnya. Dibuat juga ruang selasar terbuka yang mengelilingi bangunan utama sebagai tempat beristirahat, ataupun untuk tambahan tempat sholat jika jamaah didalam masjid sudah tidak tertampung lagi.
Untuk denah dasarnya dibentuk dengan simetris, dengan tiga beranda yang memiliki fungsi berbeda-beda. Adopsi pada budaya China ini memang dibawa dari palembang, karena dulunya Palembang adalah sebuah kota yang kental dengan etnis China.
Tentu saja dengan bentuk yang tak lazim, masjid ini juga menjadi salah satu destinasi wisata religi yang menarik bagi para wisatawan maupun para musafir yang sedang melakukan perjalanan melalui Jalan Banda Aceh – Meulaboh.
Pemberian sebuah masjid dari rakyat Palembang dan Sumatera Selatan ini merupakan suatu bentuk kepedulian untuk memberikan bantuan, minimal sebagai pelipur lara bagi warga aceh yang baru saja mengalami salah satu insiden bencana terbesar di Indonesia yang memakan ribuan korban jiwa.