Musholla Al-Azharia ini menjadi salah satu dari beberapa tempat ibadah untuk umat muslim di Dusun Burai V, Desa Burai, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Lokasinya lumayan mudah untuk ditemukan, terutama jika penunjung datang dari arah Jembatan Pesona Tanjung Senai. Apalagi, lokasinya tidak jauh dari pertigaan jalan raya ditengah-tengah Desa Burai.
Sekilas Tentang Desa Burai
Desa Burai ini menjadi salah satu desa yang sudah berumur cukup tua, karena sudah berdiri sejak masa-masa Kesultanan Palembang. Bahkan, pada masa peperangan antara Kesultanan Palembang dengan penjajah kolonial Belanda, Desa Burai ini dijadikan sebagai basis pertahanan terakhir, tepatnya di sisi selatan untuk pasukan Kesultanan Palembang. Secara harfiah, penamaan Burai atau Buri ini berarti Belakang, yaitu penyebutan pertahanan terakhir yang dimiliki Kesultanan Palembang.
Saat ini, banyak dari warga asli Burai yang merantau ke berbagai daerah di Indonesia untuk belajar maupun mencari nafkah. Pada hari-hari besar Islam, terutama 2 hari raya yaitu Idul Fitri dan Idul Adha, banyak sekali para perantau yang berbondong-bondong pulang kampung untuk memeriahkan acara perayaan tersebut.
Momen puncak terjadi pada saat Lebaran atau Idul Fitri, dimana momen tersebut menjadi sebuah momen keluarga besar untuk Kembali dari perantauan. Reuni ini menjadi sebuah prioritas bagi warga sekitar dan diwajibkan, karena jika budaya tidak diteruskan, bisa saja warga Burai lambat laun akan pergi dari kampung halaman dan kebudayaan tidak dapat diteruskan lagi.
Arsitektural Bangunan Musholla Al-Azharia
Musholla Al-Azharia memiliki bangunan yang cukup unik, yaitu berupa rumah panggung yang terbuat dari kayu, hampir persis dengan rumah hunian warga sekitar. Yang membedakan dari rumah penduduk hanyalah pada bagian atapnya yang dibangun berbentuk limasan (segitiga) bersusun seperti kebanyakan masjid tradisional nusantara.
Keunikan lain juga bisa dilihat dari bagian tangga yang dibuat dari bahan baku batu bata dan semen. Jika istilah masyarakat sekitar menyebutnya sbeagai tangga batu. Terdapat 2 tangga di masjid ini, satu terletak di bagian depan masjid menghadap ke jalan raya yang dibangun dengan bentuk melingkar. Bentuk seperti ini sangat umum dan trending pada masanya seperti yang juga diimplementasikan di gedung Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, tepi Sungai Musi, Palembang.
Kemudian, tangga kedua diletakkan di samping bangunan dengan bentuk yang sama dengan tangga pertama. Tangga disamping bangunan Musholla ini lebih difungsikan sebagai akses jalan menuju Sungai Kelekar yang terletak di belakang Musholla.
Desa Burai ini juga menjadi salah satu desa yang hidupnya sangat tergantung pada sungai. Hampir keseluruhan kegiatan yang membutuhkan air berbasis ke sungai. Keperluan Mandi, Mencuci, Mengambil Air untuk dimasak dan sebagainya berasal dari Sungai.
Satu bedug berumur tua juga terlihat masih diletakkan di bagian depan masjid, dan juga masih difungsikan sebagai tanda masuknya waktu sholat.
Dominasi warna untuk masjid ini adalah warna hijau, sebuah warna kesukaan Rasulullah SAW.meskipun dibuat dengan desain rumah panggung, namun kokohnya bangunan ini sudah tidak perlu diragukan lagi. Karena dari awalnya berdiri, masjid ini hanya mengalami beberapa kali pemugaran kecil untuk mengganti bagian bangunannya yang rusak, tanpa membongkar bangunan utamanya.
Meskipun sangat sederhana, namun kegiatan ke-islaman yang dilakukan di masjid ini sangat kental. Berbagai kegiatan pendidikan seperti belajar membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an sering dilaksanakan seccara rutin untuk penduduk sekitar.